Kamis, 21 Oktober 2010

Tugas ISD 4

Pemuda dan Sosialisasi


Potensi-Potensi Generasi Muda

  1. Idealisme dan daya kritis.Secara sosiologi generasi muda belum mapan dalam tatanan yang ada, maka ia dapat melihat kekurangan-kekurangan dalam tatanan dan secara wajar mampu mencari gagasan baru. Pengejawantahan idealisme dan daya kritis perlu untuk senantiasa dilengkapi dengan landasan rasa tanggung jawab yang seimbang.
  2. Dinamika dan kreatifitas.Adanya idealisme pada generasi muda, maka generasi muda memiliki potensi kedinamisan dan kreatifitas yakni kemampuan dan kesediaan untuk mengadakan perubahan, pembaharuan penyempurnaan kekurangan-kekurangan yang ada ataupun mengemukakan gagasan-gagasan/alternatif yang baru sama sekali.
  3. Keberanian mengambil resiko. Perubahan dan pembaharuan termasuk pembangunan, mengandung resiko dapat meleset, terhambat atau gagal. Namun mengambil resiko itu adalah perlu jika kemajuan ingin diperoleh. Generasi muda dapat dilibatkan pada usaha-usaha yang mengandung resiko, kesiapan pengetahuan, perhitungan, dan keterampilan dari generasi muda akan memberi kualitas yang baik  kepada keberanian mengambil resiko.
  4. Optimis dan kegairahan semangat. Kegagalan tidak menyebabkan generasi muda patah semangat. Optimisme dan kegairahan semangat yang dimiliki generasi muda akan merupakan daya pendorong untuk mencoba maju lagi.
  5. Sikap kemandirian dan disiplin murni. Generasi muda harus memiliki keinginan untuk selalu mandiri dalam sikap dan tindakannya. Sikap kemandirian itu perlu dilengkapi dengan kesadaran disiplin murni pada dirinya, agar dengan demikian mereka dapat menyadari batas-batas yang wajar dan memiliki tenggang rasa.
  6. Terdidik. Walaupun dengan memperhitungkan faktor putus sekolah, secara menyeluruh baik dalam arti kuantitatif maupun dalam arti kualitatif, generasi muda secara relatif lebih terpelajar karena lebih terbukanya kesempatan belajar dari generasi-generasi pendahulunya.
  7. Keanekaragaman dalam persatuan dan kesatuan. Keanekaragaman generasi muda merupakan cermin dari keanekaragaman masyarakat kita. Keanekaragaman tersebut dapat merupakan hambatan jika hal itu dihayati secara sempit dan ekslusif.
  8. Patriotisme dan nasionalisme Pemupukan rasa kebanggan, kecintaan dan turut serta memiliki bangsa san negara di kalangan generasi muda perlu lebih digalakkan, pada gilirannya akan mempertebal semangat pengabdian dan kesiapannya untuk membela dan mempertahankan bangsa dan negara dari segala bentuk ancaman. Dengan tekad dan semangat ini generasi muda perlu dilibatkan dalam setiap usaha dan pemantapan ketahanan dan pertahanan 
  9. Sikap ksatria. Kemurnian idealisme, keberanian, semangat pengabdian dan pengorbanan serta rasa tanggung jawab sosial yang tinggi adalah unsur-unsur yang perlu dipupuk dan dikembangkan terus menjadi sikap ksatria di kalangan generasi muda Indonesia sebagai pembela serta penegak kebenaran dan keadilan bagi masyarakat dan bangsa.
  10. Kemampuan penguasaan ilmu dan teknologi. Generasi muda dapat berperan secara berdaya guna dalam rangka pengembangan ilmu dan teknologi bila secara fungsional dapat dikembangkan sebagai transformator dan dinamisator terhadap lingkungannya yang lebih terbelakang dalam ilmu pendidikan serta penerapan teknologi, baik yang maju, madya maupun yang sederhana.


Tujuan Pokok Sosialisasi
  • Individu harus diberi ilmu pengetahuan (keterampilan) yang dibutuhkan bagi kehidupan kelak di masyarakat.
  • Individu harus mampu berkomunikasi secara efektif dan mengembangkan kemampuannya.
  • Pengendalian fungsi-fungsi organik yang dipelajari melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat.
  • Bertingkah laku selaras dengan norma atau tata nilai dan kepercayaan pokok yang ada pada lembaga atau kelompok khususnya dan masyarakat umumnya.


Study Kasus
Saat ini banyak anak muda yang sudah terjerumus karena pergaulan yang salah, dari kebiasaan kurang sopannya pada orang tua, memakai barang-barang haram. Tetapi sebenarnya para generasi penerus bangsa itu memiliki potensi-potensi yang bagus untuk dikembangkan. Contoh anak sekolah yang suka membolos, pakai barang-barang haram, itu dia lakukan karena teman-temannya yang membujuk dia untuk memakainya, padahal sebelum dia mengenal temanya, dia itu adalah anak yang pintar di kelasnya.
Jadi setiap generasi muda itu mempunyai potensi yang bagus, hamya dia saja yang tidak mengolah potensi yang dia miliki., tetapi dia selalu mengikuti apa yang dilakukan oleh orang lain.


OPINI
Menurut saya, agar generasi muda tidak rusak karena terbawa oleh zaman modern yang dapat merusak moral, baiknya kita memperhatikan mereka mulai dari pergaulan sampai apapun yang dapat merusak moral mereka.

(SUMBER)

Rabu, 20 Oktober 2010

Tugas ISD 3

INDIVIDU, KELUARGA, DAN MASYARAKAT



Kelompok Masyarakat Non Industri dan Masyarakat Industri

1. Masyarakat Non Industri
     Secara garis besar, kelompok nasional atau organisasi kemasyarakatan non industri dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu kelompok primer (primary group) dan kelompok sekunder (seconfary group)
    a. Kelompok primer
    Dalam kelompok primer, interaksi antar anggota terjalin lebih intensif, lebih erat, dan lebih akrab. Kelompok primer ini disebut juga kelompok “face to face group”, sebab para anggota kelompok sering berdialog, bertatap muka, karena itu saling mengenal lebih dekat dan lebih akrab. Sifat interaksi dalam kelompok-kelompok primer bercorak kekeluargaan dan lebih berdasarkan simpati. Pembagian kerja atau pembagian tugas pada kelompok menerima serta menjalankan tugas tidak secara paksa. Lebih dititi beratkan pada kesadaran tanggung jawab para anggota dan berlangsung atas dasar rasa simpati dan secara sukarela.
    Contoh-contoh kelompok primer antara lain : keluarga, rukun tetangga, kelompok belajar, kelompok agama, dan lain sebagainya.
    b. Kelompok sekunder
      Antara anggota kelompok sekunder, terpaut saling hubungan tak langsung, formal, juga kurang bersifat kekeluaragaan. Oleh karena itu, sifat interaksi, pembagian kerja antara anggota kelompok di atur atas dasar pertimbangan-pertimbangan rasional obyektif.
      Para anggota menerima pembagian kerja atau pembagian tugas atas dasar kemampuan dan keahlian tertentu. Di samping dituntut dedikasi, hal-hal semacam itu diperlukan untuk mencapai target dan tujuan tertentu yang telah di flot dalam program-program yang telah sama-sama disepakati. Contoh-contoh kelompok sekunder misalnya : partai politik, perhimpunan serikat kerja atau serikat buruh, organisasi profesi dan sebagainya. Berlatar belakang dari pengertian resmi dan tak resmi, maka tumbuh dan berkembang kelompok formal (formal group) atau lebih akrab dengan sebutan kelompok resmi, dan kelompok tidak resmi (informal group). Inti perbedaan yang terjadi adalah : Kelompok tidak resmi (informal group) tidak berstatus resmi dan tidak didukung oleh Anggota Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) seperti yang lazim berlaku pada kelompok resmi.
    Namun demikian, kelompok tidak resmi juga mempunyai pembagian kerja, peranan-peranan serta hirarki tertentu, norma-norma tertentu debaga pedoman tingkah laku para anggota beserta konversi- konversinya. Tetapi hal ini tidak dirumuskan secara tegas dan tertulis seperti pada kelompok resmi (W.A. Gerungan, 1980 : 91).
      Contoh : semua kelompok sosial, perkumpulan- perkumpulan, atau organisasi- organisasi kemasyarakatan yang memiliki anggota kelompok tidak resmi.
Seringkali dalam tubuh kelompok resmi juga terbentuk kelompok tak resmi. Anggota-anggota terdiri atas beberapa individu atau beberapa keluarga saja. Sifat interaksinya berlangsung saling mengerti yang lebih mendalam, karena latar belakang pengalaman- pengalaman senasib sepenanggungan dan pandangan- pandangan yang sama.

2. Masyarakat Industri
        Durkheim mempergunakan variasi pembagian kerja sebagai dasar untuk mengklarifikasikan masyarakat, sesuai dengan taraf perkembangannya. Akan tetapi ia lebih cenderung mempergunakan dua taraf klarifikasi. Yaitu yang sederhana dan yang kompleks. Masyarakat-masyarakat yang berada ditengah kedua eksterm tadi diabaikannya (Soerjono Soekanto, 1982 : 190).
      Jika pembagian kerja bertambah kompleks, suatu tanda bahwa kapasitas masyarakat semakin tinggi. Solidaritas didasarkan pada hubungan saling ketergantungan antara kelompok-kelompok masyarakat yang telah mengenal pengkhususan. Otonomi sejenis juga menjadi ciri dari bagian atau kelompok-kelompok masyarakat industri. Otonomi sejenis dapat diartikan dengan kepandaian atau keahlian khusus yang dimiliki seseorang secara mandiri, sampai pada batas-batas tertentu.
      Contoh-contoh : tukang roti, tukang sepatu, tukang bubut, tukang las, ahli mesin, ahli listrik dan ahli dinamo, mereka dapat bekerja secara mandiri. Dengan timbulnya spesialisasi fungsional, makin berkurang pula ide-ide kolektif untuk diekspresikan dan dikerjakan bersama. Dengan demikian semakin kompleks pembagian kerja, banyak timbul kepribadian individu. Sudah barang tentu masyarakat sebagian keseluruhan memerlukan derajat integrasi yang serasi. Akan tetapi hanya akan sampai pada batas tertentu, sesuai dengan bertambahnya individualisme.
        Abad ke-15 sebagai pangkal tolak dari berkembang pesatnya industrialisasi, terutama didaratan Eropa. Hal tersebut melahirkan bentuk pembagian kerja antara majikan dan buruh. Semula pembagian kerja antara majikan dan buruh atau mereka yang magang bekerja berjalan serasi, sehingga konflik jarang terjadi.
      Lalu pertumbuhan industri-industri membawa konsekuensi memisahkan pekerja dengan majikan lebih nyata. Majikan sebagai pemilik modal monopoli posisi-posisi tertentu, sehingga menimbulkan konflik. Sejalan dengan kompleksitas pembagian kerja, pekerjaan menjadi tambah rumit dan terlalu khusus. Akibat terjadi konflik-konflik yang tak dapat dihindari, kaum pekerja membentuk serikat-serikat kerja atau serikat buruh.
    Awal perjuangan tersebut ditandai dengan keinginan untuk memperbaiki kondisi kerja dan upah. Perjuangan kaum buruh semakin meningkat, terutama di perusahaan-perusahaan besar. Ketidakpuasan kaum buruh terhadap terhadap kondisi kerja dan upah semakin meluas. Akumulasi ketidakpuasan buruh menjadi bertambah, karena kaum industrialis mengganti tenaga manusia oleh mesin-mesin. Hal ini berakibat membawa stagnasi mental para buruh lambat laun menjadi luntur, kebanggaan memiliki keterampilan dan spesialisasi semakin meningkat. Dengan demikian, pembagian kerja semakin timpang dan tidak adil.

OPINI :
Menurut saya masyarakat non industri lebih bersifat kemasyarakatan karena dalam ruang lingkup tersebut setiap individunya secara tidak langsung dipaksa agar dapat saling berkomunikasi satu dengan yang lainnya, jadi terdapat rasa kekeluargaan diantara mereka.
sedangkan masyarakat industri lebih bersifat individualisme karena satu sama lainnya saling berkompetisi untuk mendapatkan yang terbaik bagi dirinya, dan disitu bisa saja karena persaingan timbullah konflik yang mengakibatkan perpecahan dan tidak adanya rasa kekluargaan diantara mereka.


Makna Individu

      Manusia adalah makhluk individu. Makhluk individu berarti makhluk yang tidak dapat dibagi-bagi, tidak dapat dipisahkan antara jiwa dan raganya. Para ahli Psikologi modern menegaskan bahwa manusia itu merupakan suatu kesatuan jiwa raga yang kegiatannya sebagai keseluruhan. Sebagai kesatuan, kegiatan manusia sehari-hari merupakan kegiatan jiwa raganya. Bukan hanya kegiatan alat tubuh saja, atau bukan hanya aktivitas dari kemampuan-kemampuan jiwa satu persatu terlepas daripada yang lain.
      Contoh : Manusia sebagai makhluk individu mengalami kegembiraan atau kecewa akan terpaut dengan jiwa raganya. Tidak hanya dengan mata, telinga, tangan, kemauan, dan perasaan saja. Dalam kegembiraannya manusia dapat mengagumi dan merasakan suatu keindahan, rasa estetis dalam individunya.
Suatu keindahan ia kagumi dan ia nikmati melalui indera mata dan indera perasaan yang berbaur dalam menjadi satu kesatuan.
      Tegasnya, apabia kita mengamati sesuatu, maka kita bukan hanya melihat sesuatu dengan alat mata kita saja, melainkan juga seluruh minat. Dan perhatian yang kita curahkan kepada objek yang kita amati itu. Minat dan perhatian ini sangat dipengaruhi oleh niat dan kebutuhan kita pada waktu itu. Dalam pengamatan suatu objek tersebut keseluruhan jiwa raga kita terlibat dalam proses pengamatan itu, dan tidak hanya indera mata saja.
      Pendapat lain bahwa manusia sebagai makhluk individu, tidak hanya dalam arti makhluk keseluruhan jiwa raga. Melainkan juga dalam arti bahwa tiap-tiap orang itu merupakan pribadi (individu) yang khas menurut corak kepribadiannya, termasuk kecakapan-kecakapan serta kelemahan-kelemahannya. Sehubungan dengan itu, Fallport merumuskan kepribadian manusia sebagai makhluk individu adalah sebagai berikut : kepribadian adalah organisasi dinamis daripada sistem-sistem psycho-physik dalam individu yang turut menentukan cara-caranya yang unik (khas) dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungan (W.A. Gerungan, 1980 : 28).


OPINI :
manusia memang makhluk individu, jiwa dan raga mereka takkan pernah terpisahkan tetapi jika manusia dihadapkan pada lingkungan kemasyarakatan, manusia bukanlah makhluk individu karena manusia takkan mungkin bisa hidup sendiri di lingkungan masyarakat. makna individu yang dimaksud disini adalah suatu kumpulan yang tidak mungkin dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya, contohnya jiwa dan raga manusia, sifat dan ekspresinya, mereka takkan mungkin dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya.


(SUMBER)

Rabu, 06 Oktober 2010

Ilmu Sosial Dasar 2

1. Unsur Kebudayaan
Mengenai unsur kebudayaan, dalam bukunya pengantar Ilmu Antropologi, Koenjtaraningrat, mengambil sari dari berbagai kerangka yang disusun para sarjana Antropologi, mengemukakan bahwa adatujuh unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia yang kemudian disebut unsur-unsur kebudayaan universal, antaralain :
1. Bahasa
2. Sistem Pengetahuan
3. Organisasi Sosial
4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
5. Sistem Mata Pencaharian
6. Sistem Religi
7. Kesenian

2. Wujud Kebudayaan
J. J Honigmann (dalam Koenjtaraningrat, 2000) membedakan adanya tiga ‘gejala kebudayaan’ : yaitu : (1) ideas, (2) activities, dan (3) artifact, dan ini diperjelas oleh Koenjtaraningrat yang mengistilahkannya dengan tiga wujud kebudayaan :
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu yang kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Mengenai wujud kebudayaan ini, Elly M.Setiadi dkk dalam Buku Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (2007:29-30) memberikan penjelasannya sebagai berikut :
1. Wujud Ide
Wujud tersebut menunjukann wujud ide dari kebudayaan, sifatnya abstrak, tak dapat diraba, dipegang ataupun difoto, dan tempatnya ada di alam pikiran warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup.
Budaya ideal mempunyai fungsi mengatur, mengendalikan, dan memberi arah kepada tindakan, kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat sebagai sopan santun. Kebudayaan ideal ini bisa juga disebut adat istiadat.

2. Wujud perilaku
Wujud tersebut dinamakan sistem sosial, karena menyangkut tindakan dan kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Wujud ini bisa diobservasi, difoto dan didokumentasikan karena dalam sistem ssosial ini terdapat aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi dan berhubungan serta bergaul satu dengan lainnya dalam masyarakat. Bersifat konkret dalam wujud perilaku dan bahasa.

3. Wujud Artefak
Wujud ini disebut juga kebudayaan fisik, dimana seluruhnya merupakan hasil fisik. Sifatnya paling konkret dan bisa diraba, dilihat dan didokumentasikan. Contohnya : candi, bangunan, baju, kain komputer dll.
(Sumber)

3. Pertumbuhan dan Perkembangan Kebudayaan di Indonesia

A. Zaman Batu sampai Zaman Logam
Upaya menelusuri sejarah peradaban bangsa Indonesia, mulai dari zaman batu sampai zaman logam, sungguh akan berliku-liku, memerlukan waktu pembahasan yang panjang. Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli prehistoris, ternyata bahwa zaman batu itupun terbagi dalam :
 Zaman batu tua (Palaeolithikum)
 Zaman batu muda (Neolithikum).
Alat-alat batu pada zaman batu tua, baik bentuk ataupun permukaan peralatan masih kasar-kasar, misalnya kapak genggam.
Kapak genggam-kapak genggam semacam itu kita kenal dari Eropa, Afrika, Asia Tengah sampai Punsjab (India), tapi kapak genggam semacam ini tidak didapati orang di Asia Tenggara. Berdasarkan penelitian para ahli prehistori, bangsa-bangsa Proto Austronesia pembawa kebudayaan Neolithikum berupa kapak batu besar maupun kecil bersegi-segi itu berasal dari Cina Selatan, menyebar ke arah Selatan, ke hilir sungai-sungai besar sampai ke Semenanjung Malaka.
Lebih lanjut menyebar ke Sumatra, Jawa. Kalimantan Barat, Nusa Tenggara, sampai ke Flores, dan Sulawesi, berlanjut Ke Pilipina. Kapak-kapak batu serupa itu diasah sampai mengkilat dan diikat kepada tangkai kayu dengan rotan.
Bersamaan dengan persebaran budaya kapak-kapak batu itu, tersebar pula bahasa Proto Austronesia. Bahasa Proto-Austronesia sebagai induk atau cikal bakal bahasa dari bangsa-bangsa yang mendiami pulau-pulau diantara Samudra Indonesia dan Samudra Pasifik. Dengan begitu bahasa Proto Austronesia sebagai induk bahasa-bahasa di Wilayah negara-negara anggota Asean, khususnya Republik Indonesia., dikemudian hari muncul sebagai bahasa Melayu. Bahasa Melayu dengan dialek-dialek yang berbeda-beda itu, salah satu diantaranya berkembang di Republik Indonesia, kemudian menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, bahasa kesatuan Republik Indonesia.
Zaman batu muda (Neolithikum) benar-benar membawa revolusi dalam kehidupan manusia. Pada zaman ini, mereka mulai hidup menetap, membuat rumah, membentuk kelompok masyarakat desa, bertani dan beternak untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sejalan dengan itu revolusi alat-alat keperluan penunjang kehidupanpun terjadi. Penyelidikan-penyelidikan lebih lanjut menemukan bahwa manusia-manusia zaman batu muda itu telah mengenal dan memiliki kepandaian mengecor/mencairkan logam dari biji besi, dan menuangkan ke dalam cetakan-cetakan serta mendinginkannya. Oleh karena itulah mereka mampu membuat aneka ragam senjata berburu dan berperang serta alat-alat lain yang mereka perlukan.
Bangsa-bangsa Proto-Austronesia yang masuk dari Semenanjung Indo China ke Indonesia itu membawa Kebudayaan Dongson, dan menyebar di Indonesia. Materi Dongson diantaranya berupa senjata-senjata tajam dan kapak berbentuk sepatu dari bahan perunggu.
Suatu hal yang patut dicatat tentang permulaan zaman logam ini, ialah kenyataan yang jelas bahwa Indonesia sebelum zaman Hindu telah mengenal kebudayaan yang tinggi derajatnya, dan zaman tersebut pada dasarnya penting sekali untuk perkembangan sejarah Indonesia selanjutnya.

B. Kebudayaan Hindu, Budha, dan Islam

1. Kebudayaan Hindu dan Budha.
Pada ke-3 dan ke-4 agama Hindu masuk ke Indonesia, khususnya ke Pulau Jawa. Perpaduan atau akulturasi antara kebudayaan setempat dengan kebudayaan Hindu yang berasal dari India itu berlangsung luwes dan mantap. Sekitar abad ke-5, ajaran Budha atau Budhisme masuk ke Indonesia, khususnya ke Pulau Jawa. Agama/ajaran Budha dapat dikatakan berpandangan lebih maju dari pada Hinduisme, sebab Budh" me tidak menghendaki adanya kasta-kasta dalam masyarakat.
Walaupun demikian, kedua agama itu di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa tumbuh dan berkembang berdampingan secara damai. Baik penganut Hinduisme maupun Budhisme melahirkan karya-karya budaya yang bernilai tinggi dalam seni bangunan/arsitektur, seni pahat, seni ukir maupun seni sastra, seperti tercermin dalam bangunan/arsitektur, relief-relief yang diabadikan dalam candi-candi di Jawa Tengah ataupun di Jawa Timur. Candi-candi yang dimaksud diantaranya : Borobudur.'Mendut, Prambanan, Kalasan (Jawa Tengah). Badut, Kidal, Jago, Singosari, di sekitar kota Blitar, semuanya di wilayah propinsi di Jawa Timur.
Candi Borobudur adalah candi Budha terbesar dan termegah di Asia Tenggara, bahkan tercatat sebagai salah satu bangunan kuno, yang termasuk dalam 10 besar keajaiban dunia.
2. Kebudayaan Islam.
Pada abad ke-15 dan ke-16 agama Islam telah dikembangkanm di Indonesia, oleh para pemuka-pemuka Islam yang disebut Wali Sanga. Titik sentral penyebaran agama Islam pada abad itu berada di pulau Jawa. Sebenarnya agama Islam masuk ke Indonesia, khususnya ke pulau Jawa sebelum abad ke-I 1 sudah ada wanita Islam yang meninggal dan dimakamkan di kota Gresik. Masuknya agama Islam ke Indonesia, teristimewa ke pulau Jawa berlangsung dalam suasana damai. Hal ini disebabkan karena Islam dimasukkan ke Indonesia tidak dengan secara paksa, melainkan dengan cara baik-baik. Di samping itu disebabkan sikap toleransi yang dimiliki bangsa kita.
Pada abad ke-15, ketika kejayaan maritim Majapahit mulai surut, berkembanglah negara-negara pantai yang dapat merongrong kekuasaan dan kewibawaan Majapahit yang berpusat pemerintahan di pedalaman. Negara-negara yang dimaksud adalah : negara Malaka di Semenanjung Malaka, negara Aceh di ujung Pulau Sumatra, negara Banten di Jawa Barat, negara Demak dipesisir utara Jawa Tengah, negara Goa di Sulawesi Selatan. Dalam proses perkembangan negara-negara tersebut yang dikendalikan oleh pedagang-pedagang kaya dan golongan bangsawan kota-kota pelabuhan, nampaknya telah terpengaruh dan menganut agama Islam.
Didaerah-daerah yang belum amat terpengaruh oleh kebudayaan Hindu, agama Islam mempunyai pengaruh yang menda iam dalam kehidupan penduduk di daerah yang bersangkutan. Demikian misalnya di Aceh, Banten, Sulawesi Selatan, Sumatra Timur, Sumatra Barat, dan pesisir Kalimantan.
Agama Islam berkembang pesat di Indonesia dan menjadi agama yang mendapat penganut sebagian terbesar penduduk Indonesia. Tak dapat dipungkiri lagi, bahwa kebudayaan Islam memberi saham yang besar bagi perkembangan kebudayaan dan kepribadian bangsa Indonesia.

C. Kebudayaan Barat
Unsur kebudayaan yang juga memberi warna terhadap corak lain dari kebudayaan dan kepribadian bangsa Indonesia adalah kebudayaan Barat. Awal kebudayaan Barat masuk ke negara tercinta Republik Indonesia ketika kaum kolonialis/penjajah mengedor masuk ke Indonesia, terutama bangsa Belanda. Mulai dari penguasaan dan kekuasaan perusahaan dagang Belanda (VOC) dan berlanjut dengan pemerintahan kolonialis Belanda, di kota-kota propinsi, kabupaten muncul bangunan-bangunan dengan gaya arsitektur Barat. Dalam kurun waktu itu juga, dikota-kota pusat pemerintahan, terutama di Jawa, Sulawesi Utara, dan Maluku berkembang dua lapisan sosial.
1. Lapisan sosial yang terdiri dari kaum buruh.
2. Lapisan sosial kaum pegawai.
Dalam lapisan sosial kedua inilah pendidikan Barat di sekolah-sekolah dan kemampuan/kemahiran bahasa Belanda menjadi syarat utama untuk mencapai kenaikan kelas sosial.
Akhirnya masih harus disebut sebagai pengaruh kebudayaan Eropa yang masuk juga kedalam kebudayaan Indonesia, ialah agama Katolik dan agama Kristen Protestan. Agama-agama tersebut biasanya disiarkan dengan sengaja oleh organisasi-organisasi penyiaran agama (missie untuk agama Katolik dan zending untuk agama Kristen) yang semuanya bersifat swasta. Penyiaran dilakukan terutama didaerah-daerah dengan penduduk yang belum pernah mengalami pengaruh agama Hindu, Budha atau Islam. Daerah-daerah itu misalnya : Irian Jaya. Maluku Tengah dan Selatan, Sulawesi Utara dan Tengah, Nusa Tenggara Timur, dan pedalaman Kalimantan.
Sudah menjadi watak dan kepribadian Timur pada umumnya, serta masyarakat Jawa khususnya, bahwa dalam menerima setiap kebudayaan yang datang dari luar, kebudayaan yang dimilikinya tidaklah diabaikan. Tetapi disesuaikanlah kebudayaan yang baru itu dengan kebudayaan lama.
Sehubungan dengan itu, penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 memberikan rumusan tentang kebudayaan memberikan rumusan tentang kebudayaan bangsa Indonesia adalah : kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budi rakyat Indonesia seluruhnya, termasuk kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia. Lebih lanjut, dalam penjelasan UUD 1945 itu juga ditunjukkan ke arah mana kebudayaan itu diarahkan, yaitu menuju ke arah kemajuan adab budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.
Dalam kesempatan temu ilmiah budaya di Palu, Sulawesi Tengah, pada tanggal 24 Desember 1984, Prof Dr.A. Mattulada menilai kebudayaan Indonesia kontemporer yang tumbuh dari kebudayaan asli Nusantara, Hindu, Islam dan kebudayaan modern (Eropa-Amerika) yang berbeda-beda konfigurasinya, sekarang dipahami sebagai kebudayaan Bhineka Tunggal Ika.
Namun itu belum sepenuhnya diterima merata sebagai milik nasional. Lebih jauh dikatakan bahwa kebudayaan modern sekarang yang berpangkal pada ilmu, ekonomi dan kemajuan teknologi dengan ciri otonominya, juga goncang. sehingga merendahkan martabat umat manusia.
“Bagi bangsa Indonesia sekarang, sanggupkah menemukan jalan yang tepat guna menumbuhkan kebudayaan yang sehat ?”.
Dalam keadaan rawan seperti sekarang ini sesungguhnya sangat menguntungkan bagi pembangunan kebudayaan Indonesia, yakni dengan Falsafah Pancasila. Pancasila telah menunjukkan dasar pemikiran yang mewarnai aspirasi-aspirasi zaman mutakhir, terhadap pendapat-pendapat umum dengan rumusannya humanisme baru". Pancasila sebagai rumusan kepercayaan kepada realitas, sesungguhnya sejalan dengan rumusan humanisme baru yang tumbuh menjadi hasrat umum zaman mutakhir.
(Sumber)