Simpang Jalan Partai Demokrat
Kongres Partai Demokrat (PD) II kali
ini sangat penting karena empat alasan. Pertama, usia partai yang relatif muda.
Usia muda memerlukan landasan pijak yang kuat sehingga memiliki peluang yang
lebih kokoh untuk menorehkan makna dalam sejarah kepartaian di Indonesia.
Kedua, dalam usia yang relatif muda,
ternyata PD bisa menjadi partai terbesar dalam pemilu kedua yang diikutinya. Ketiga,
keberadaan PD selama ini lebih menyerupai apa yang oleh Norberto Bobbio &
Maurizio Viroli (2003,hlm 67) disebut sebagai partai personal (personal party),
yaitu partai yang bergantung pada sosok tertentu, dalam hal ini SBY. Karena
itu, keempat, seiring dengan periode terakhir eksistensi SBY sebagai presiden,
hal itu akan memengaruhi terhadap kelanjutan eksistensi PD. Alasan-alasan
tersebut sejatinya menjadi pertimbangan serius PD dalam kongres. Dinamika
politik kepartaian akan banyak bermakna ketika ia tak terjebak dalam perebutan
kuasa atau bagaimana menempatkan sosok tertentu dalam struktur kepartaian
semata. Apalagi PD sedang berusaha menjadi partai modern yang terlepas dari
jejaring personifikasi dengan segala konsekuensinya.
Upaya ini memerlukan komitmen dan
kesabaran mengikuti proses transformasi dari partai personal ke impersonal.
Partai personal layaknya makanan instan.Partai tak perlu mengeluarkan banyak
energi dan keringat untuk meraih suara. Ia terkatrol oleh modalitas personal.
Mesin politik, kalaupun berjalan, hanya menghaluskan jalan untuk mempercepat
kemenangan. Namun, ketika sang sosok mulai memudar modalitasnya, partai pun
akan mudah memendar. Kecuali ia cepat berevolusi menjadi pantai modern
(impersonal). Menjadi partai modern memerlukan proses dan tahapan. Lebihlebih
di tengah realitas kepartaian yang mengedepankan popularitas daripada kualitas,
pragmatisme daripada idealisme, pencitraan daripada kerja kerakyatan. Dalam
partai modern, logika utama yang terbangun bukan pada siapa yang akan
memimpin,tetapi bagaimana platform dan struktur dibentuk dan dijalankan secara
konsisten bagi kepentingan konstituen (masyarakat). ( Moshe Maor, 1997)
Modalitas
Transformasi menjadi partai modern
memerlukan modalitas impersonal. Karena itu, PD harus memperkuat modalitas yang
selama ini belum termaksimalkan karena ketergantungannya kepada sosok SBY. Di
antara modalitas itu,pertama,penegasan implementasi ideologi.
Dengan menahbiskan dirinya sebagai
partai nasionalis religius, PD sedang menyiapkan diri menjadi partai inklusif.
Ideologi inklusif ini akan bermakna ketika mampu diwujudkan secara konsisten
dengan meminimalkan kriminalisasi akibat eksklusivitas pemahaman agama yang
terselubung. Baik dalam peraturan atau dalam domain masyarakat sebagai
konstituennya. Dalam hal ideologi, PD, sebagaimana hasil survei Kompas
(29/3/10), dianggap yang paling jelas dan konsisten mempertahankan ideologinya.
Persepsi ini seharusnya berbanding lurus dengan realitas sosial sebagai basis
massa partai.Namun, secara faktual, kekerasan ideologis paham keagamaan masih
terjadi dan bisa mengancam kebersamaan. Inilah ambiguitas partai secara umum di
tengah kepentingan antara meraup suara (pragmatis) dan menegakkan kemaslahatan
konstituennya. Kedua, memperkuat kaderisasi.
Salah satu problem dari partai
personal adalah lemahnya kaderisasi. Kaderisasi bukan hanya pada level
(pergantian) ketua, tetapi proses pemahaman yang utuh terhadap platform partai
sehingga PD bergerak sesuai ideologinya. Lebih dari itu,kaderisasi bisa menjadi
jalan masuk impersonalisasi partai sebagai ciri partai modern. Ini penting
karena kaderisasi sering terjegal oleh kepentingan elite partai yang berdampak
pada memudarnya mekanisme partai. Keberhasilan kaderisasi menunjukkan
berjalannya mekanisme kepartaian modern sebagaimana diinginkan SBY pada PD.
Jembatan
Transisi
Pemilu 2014 merupakan pertarungan
terakhir PD sebagai partai personal seiring berakhirnya eksistensi SBY sebagai
orang nomor satu di republik ini. Karena itu, tuntutan modernisasi PD yang
dilontarkan SBY memiliki korelasi dan signifikansi. Kinerja SBY sampai 2014
akan menjadi salah satu modal PD untuk meraup ekspektasi dari masyarakat.
Berhasil tidaknya SBY memimpin negeri ini sampai 2014 akan ikut mempengaruhi citra
PD.
Apalagi, menurut rencana, dari
Kongres II kali ini akan dibentuk lembaga baru, semacam majelis tinggi, dengan
otoritas lebih dan akan dipimpin SBY. Kalau ini terjadi, peran dan citra SBY
masih cukup menentukan terhadap eksistensi PD. Meski demikian, upaya menjadi
partai modern akan tetap hadir selama otoritas yang dimiliki SBY
ditransformasikan dan didistribusikan ke dalam mekanisme internal partai
sebagai kekuatan kolektif. Dengan tetap adanya peran SBY, upaya transformasi
dan modernisasi PD memerlukan jembatan transisi yang kuat yang bisa membawa PD
menjadi partai modern tanpa mengabaikan landasan historis yang sudah ditorehkan
SBY.
Karena itu, siapa pun yang terpilih
menjadi Ketua Umum PD pada Kongres II ini, ia memiliki tugas ganda sekaligus:
mentransformasi PD menjadi partai modern (impersonal) dan merawat keberhasilan
yang tertoreh berkat citra sosok (personal) yang ada pada SBY. Ia harus
memiliki kemampuan organisatoris sekaligus bisa memahami pemikiran SBY sebagai
bagian dari landasangerakPDselamaini.Kedua tugas tersebut diperlukan agar PD
menjadi partai yang kuat (terinstitusionalisasi) denganideologinya yang khas dan
setia dijalankan. Upaya modernisasi PD ini akan terjawab, salah satunya, dalam
Pemilu 2014 nanti.Apakah PD berhasil mempertahankan perolehan suaranya atau
malah naik atau justru terpuruk?
Kalau pada 2014 perolehan suara PD
terjun bebas, orang akan semakin yakin kemenangan PD karena dua hal. Pertama,
katrol kebesaran nama SBY sebagai incumbent, kedua, karena cara-cara yang tidak
lazim.Namun, kalau PD bisa bertahan, apalagi naik perolehan suaranya, orang
akan semakin yakin atas jalan lapang PD menjadi partai modern. Inilah simpang
jalan yang akan menentukan eksistensi PD ke depan.
SUMBER : Jalur Kepartaian
0 comments:
Posting Komentar